Serangan Balik Dalam Sepak Bola Lazim Disebut

Serangan Balik Dalam Sepak Bola Lazim Disebut

Serangan balik adalah senjata mereka yang tertekan dan tertindas. Dan karenanya, serangan balik yang mematikan akan selalu mengesankan dan menggugah karena mendemonstrasikan sebuah cara bertahan hidup yang mempesona. Serangan balik yang paling mematikan selalu mengesankan karena kemampuannya membunuh lawan dengan kecepatan yang tak terduga. Pada contoh-contoh serangan balik yang paling mematikan, kita seperti disuguhi eksekusi melalui pisau guillotine: korban tak akan sempat megap-megap, tak bakal merasakah sekarat lebih dulu, tahu-tahu leher sudah terpenggal dari badan. Serangan balik selalu melahirkan pengalaman orgasmik saat tim yang sebelumnya nyaris kebobolan berhasil menyelamatkan gawangnya dan lantas dengan sangat cepat memproduksi serangan balik yang membunuh. Pada momen-momen demikian, ada kontras yang menakjubkan, juga kejutan yang sungguh tak terduga.

Bayangkanlah: seorang suporter yang nyaris bersorak karena kesebelasan kesayangannya akan mencetak gol, beberapa detik kemudian malah harus bungkam karena gawang kesebelasan kesayangannya yang malah kebobolan. Bayangkan pula sebaliknya: suporter yang harus menutup mata karena tak tega melihat gawangnya akan kebobolan, beberapa detik kemudian malah berjingkrakan sambil berteriak karena kesebelasan kesayangannya justru yang menjebol gawang lawan. Maka jangan pernah sekali pun lalai walau kita sedang di antas angin. Jangan pernah sekali pun lengah kapan pun kita sedang berada di puncak kehidupan. Pada setiap momen di mana kita sedang menikmati keunggulan, menghayati puncak kehidupan dan permainan, yakinlah akan selalu ada lubang kecil menganga yang siap menelan kita tanpa basa-basi. Serangan balik ibarat malaikat maut yang selalu membayangi setiap langkah mereka-mereka yang sedang berada di atas angin. Sebaliknya, serangan balik adalah senjata mematikan bagi mereka yang sedang menderita karena ditekan dan tertekan habis-habisan.

Tentu saja serangan balik bisa dilatih. Tapi bagaimana serangan balik dipraktikkan seringkali tidak dibimbing oleh sebuah rancangan di atas kertas secara matang matang. Serangan balik yang mematikan selalu dimulai dengan memanfaatkan celah yang disediakan oleh lawan. Celah itu bisa di kanan, bisa di kiri, bisa di tengah, atau bahkan sekilas seperti tidak ada celah sama sekali. Serangan balik mengagumkan dan punya daya gugah justru karena itu: keberanian yang muncul seketika untuk bangkit membalas, balik memukul, walau sepintas terlihat tidak ada celah sekali pun.

Kediktatoran 90 menit, yang mendominasi lalu-lintas kehidupan di atas lapangan dengan penguasaan bola yang mengerikan, bisa hancur-lebur dan rusak-patah oleh kejutan serangan balik yang mungkin hanya berlangsung dalam sepersekian detik. Serangan balik seperti anti-tesis dari gagasan totalitarianisme sepakbola yang diejawantahkan melalui penguasaan bola.

Tak perlu berlama-lama untuk merancang serangan balik. Karena serangan balik sebenarnya justru anti-rancangan: dia lahir sebagai anti-tesis dari rancangan rapi yang disusun untuk membunuh lawan. Dan sebagai suatu anti-rancangan, serangan balik selalu mengandaikan proses yang cepat, ringkas, tak bertele-tele, dan menihilkan gaya. Yang penting: mematikan.

Lagipula, bukankah gaya hanyalah milik para elit yang punya banyak waktu untuk menikmati dan menghayati kehidupan dan permainan? Mereka yang tertekan dan tertindas tak akan sempat memikirkan stilistika. Serangan balik bukanlah milik orang-orang

. Serangan balik adalah kemewahan dari mereka-yang-terbatas.

Pernah pada suatu masa, pasukan yang sangat mewah dan berkecukupan malah memilih bertahan hidup dengan serangan balik. Jenderal Mourinho saat memimpin pasukan Inter mengambil-alih Eropa, merancang serangan balik dengan begitu paternalistik: bertahan dengan garis pertahanan yang dalam, begitu mendapatkan celah bola harus diserahkan pada Kolonel Sneijder, yang akan segera memberondongkan umpan ke arah Letnan Milito atau Letnan EtoÂ’o yang menunggu di garis tepi pertempuran.

Dan nyaris selalu begitu. Marwah serangan balik sebagai cara bertahan hidup yang penuh kejutan, tak terduga dan anti-rancangan, tiba-tiba direproduksi secara terus menerus, dengan cara yang hampir berulang.

Dibawakan dengan cara yang sangat paternalistik ala Mou, serangan balik mungkin tetap efisien dan mematikan. Tapi bukan karena rancangannya lebih hebat, tapi semata karena dibawakan oleh para perwira cerdas, bukan oleh para prajurit rendahan setingkat kopral dan sersan yang kemampuannya terbatas.

Tentu saja ini bukan perkara salah atau benar, karena ini memang bukan soal etik dan moralitas. Soalnya hanyalah: dengan itulah daya gugah dan pesona serangan balik menurun kastanya semata hanya jadi soal "pilihan" taktikal. Ya, pilihan. Secara sadar memilih. Dan mereka, si-kaya dan si-mewah itu, sebenarnya punya pilihan lain.

Sementara mereka-yang-terbatas dan tertindas tak bisa memilih, tak punya pilihan. Di tangan mereka, orang-orang yang punya banyak keterbatasan ini, serangan balik adalah cara bertahan hidup satu-satunya. Dan mereka harus menggunakannya dengan segala cara, dengan penuh-seluruh, dengan segala keterbatasan yang dimiliki para prajurit setingkat sersan dan kopral.

Tapi justru di situlah pesona serangan balik: bahwa selalu ada jalan bagi mereka yang enggan menyerah, bagi siapa pun yang tak sudi takluk dengan cuma-cuma.

Mendebarkan. Sensasional. Ya, laga Super Sunday Premiere League, antara Liverpool vs Manchester City,  malam tadi memang sungguh sensasional.

Banyak orang sudah memprediksi, kedua tim akan bermain dengan tempo tinggi. Pun banyak orang juga telah memprediksi, umpan terobosan akan jadi andalan kedua tim paling agresif di Liga inggris musim ini.

Namun, Liverpool memang tampil lebih sabar. Setelah, City berhasil menyamakan kedudukan, Rodgers menginstruksikan anak didiknya untuk lebih sabar. Menunggu untuk diserang, mencari celah,lalu memukul lawan dengan serangan balik.

Dan semua orang yang menonton pertandingan itu tahu belaka taktik Rodgers itu. Namun, sebenarnya, bagaimanakah cara melakukan sebuah serangan balik? Berikut poin-poin penting dalam melakukan serangan balik, sepereti yang dilansir FourFourTwo.

Dan, Rodgers, semalam lebih sabar dari Pellegrini. Rodgers tak terlalu terburu-buru. Brendan tahu, setelah City kehilangan Yaya di babak pertama, City punya kelemahan dalam melakukan transisi dari menyerang ke bertahan.

Praktis, Suarez dan Sterling pun jadi tumpuan Liverpool. kecepatan dua pemain depan Liverpool ini menjadi andalan untuk mengecoh barisan belakang City yang digawangi Kompany dan Demichelis.  Â

Seperti pada tulisan sebelumnya, ketika sama-sama mengandalkan penguasaan bola dan umpan terobosan, maka kesabaranlah yang menjadi kunci kemenangan. Dengan menggunakan serangan balik sebagai senjata pamungkasnya.

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Berikut adalah daftar istilah yang sering digunakan dalam cabang olahraga sepak bola:

Serangan balik adalah taktik yang digunakan dalam menanggapi sebuah serangan, istilah ini berasal dari "permainan perang".[1] Tujuan umum taktik ini adalah untuk meniadakan atau menggagalkan keuntungan yang diperoleh musuh selama serangan, sedangkan tujuan khusus biasanya berusaha untuk mendapatkan kembali tanah yang hilang atau menghancurkan musuh yang menyerang (ini dapat berupa tim olahraga atau unit militer lawan).[1][2][3]

Sebuah pepatah, dikaitkan dengan Napoleon Bonaparte menggambarkan pentingnya taktik serangan balik: "bahaya terbesar terjadi pada saat kemenangan". Dalam semangat yang sama, dalam Studi Pertempurannya, Ardant du Pic memperhatikan bahwa "dia, seorang jenderal, atau kapten, yang memerintahkan setiap orangnya dalam menyerbu suatu posisi pasti akan melihatnya direbut kembali oleh serangan balik terorganisir dari empat orang dan seorang kopral".[4]

Serangan balik adalah taktik militer yang terjadi ketika satu pihak berhasil mempertahankan diri terhadap serangan musuh dan mulai mendorong musuh kembali dengan serangannya sendiri. Untuk melakukan serangan balik yang berhasil, pihak yang bertahan harus dengan cepat dan tegas menyerang musuh setelah bertahan, dengan tujuan mengejutkan dan membuat musuh kewalahan.[5] Konsep utama serangan balik adalah untuk mengejutkan musuh.[5] Banyak serangan balasan sejarah berhasil karena musuh tidak berjaga-jaga dan tidak mengharapkan serangan balik.[5]

Di masa lalu, ada banyak serangan balik penting yang telah mengubah arah perang. Untuk lebih spesifik, Operasi Bagration dan Pertempuran Austerlitz adalah contoh yang baik dari eksekusi serangan balik yang tepat.

Operasi Bagration selama Perang Dunia II adalah salah satu serangan balik terbesar dalam sejarah militer. Pada musim panas 1944, serangan oleh sekitar 1,7 juta tentara Tentara Merah berhasil menempatkan Tentara Merah dalam posisi ofensif di Front Timur setelah Nazi Jerman dalam Operasi Barbarossa merebut wilayah Uni Soviet pada musim panas 1941.

Serangan balik Soviet terfokus pada Belarusia, tetapi sebelum serangan balik dimulai, Uni Soviet membodohi para pemimpin militer Nazi untuk percaya bahwa serangan itu terjadi lebih jauh ke selatan, dekat Ukraina.[6]

Untuk membantu penipuan itu, Tentara Merah mendirikan kamp militer palsu di Ukraina dan setelah pesawat pengintai Jerman melaporkan konsentrasi pasukan Soviet di daerah itu, divisi panzer dan infantri dilarikan ke selatan dari Belarusia, meninggalkannya dan membuatnya rentan terhadap serangan besar-besaran.

Untuk mendukung serangan itu, kelompok partisan di wilayah yang dikontrol Jerman diperintahkan untuk menghancurkan jalur kereta api Jerman untuk menghambat upaya Jerman untuk mengangkut pasokan dan pasukan di seluruh wilayah yang diduduki dan semakin melemahkan Pusat Grup Angkatan Darat Jerman di Ukraina.[7]

Pada 22 Juni 1944, serangan ke Belarusia oleh 1,7 juta tentara Soviet dimulai dan mengalahkan pasukan Jerman yang bertahan.

Pada 3 Juli, Tentara Merah menangkap Minsk dan kemudian membebaskan sisa Belarussia.

Operasi Bagration adalah keberhasilan besar Soviet dan membuka rute langsung ke Berlin setelah jatuhnya Belarusia yang mengarah pada pergerakan Tentara Merah untuk memulai membebaskan wilayah yang diambil oleh Wehrmacht tiga tahun sebelumnya.[8]

Pertempuran militer lain yang menggunakan taktik serangan balik adalah Pertempuran Austerlitz pada 2 Desember 1805. Saat berperang melawan pasukan Austria dan Rusia, Napoleon sengaja membuatnya tampak seolah-olah pasukannya lemah akibat pertempuran sebelumnya dalam beberapa kasus.[9] Napoleon memerintahkan pasukannya mundur untuk memancing Sekutu berperang.[9] Dia sengaja membiarkan sayap kanannya terbuka dan rentan.[9] Ini menipu Sekutu untuk menyerang dan pasukan Sekutu jatuh ke dalam perangkap Napoleon.[9] Ketika pasukan Sekutu maju untuk menyerang sisi kanan Napoleon, Napoleon dengan cepat mengisi sisi kanan sehingga serangan itu tidak efektif.[9] Namun, di pihak Sekutu, sebuah celah besar dibiarkan terbuka di tengah garis depan Sekutu karena pasukan pergi untuk menyerang sayap kanan Prancis.[9] Memperhatikan adanya lubang besar di tengah garis depan pasukan Sekutu, Napoleon menyerang bagian tengah dan pasukannya juga mengapit di kedua sisi, akhirnya mengelilingi pasukan Sekutu.[9] Karena pasukan Sekutu benar-benar terkepung, pertempuran berakhir.[9] Pertempuran Austerlitz adalah serangan balik yang berhasil karena tentara Prancis mempertahankan diri dari serangan Sekutu dan dengan cepat mengalahkan pasukan Sekutu.[9] Napoleon menipu pasukan Sekutu dengan membuat anak buahnya tampak lemah dan nyaris kalah.[9]

Pecinta sepak bola pasti tau nih mengenai Apa Itu GBD dalam Sepak Bola? Nah kalo yang belum tau, tapi sering denger istilah itu, simak bareng Popmama.com yuk!

Apa Itu GBD dalam Sepak Bola? Menurut Cambridge Dictionary, istilah gol bunuh diri (GBD) atau own goal (OG) dalam olah raga berarti sebuah kejadian di mana seorang pemain mencetak gol secara tidak sengaja ke gawang timnya sendiri. Sementara itu, mengutip Goal International, istilah gol bunuh diri digunakan untuk menggambarkan momen ketika seorang pemain secara tidak sengaja atau sengaja memasukkan bola ke gawangnya sendiri.

Di sepak bola Indonesia, gol bunuh diri sering disingkat menjadi "gbd". Sementara istilah universal dengan Bahasa Inggris, gol bunuh diri disingkat menjadi "og" dari kata own goal.

Pemain Sepak Bola yang Melakukan GBD

Phil Jagielka pernah mampu mencetak gol luar biasa dari jarak 30 yard di Anfield dalam derbi Merseyside. Tapi sayangnya ia mencetak satu gol ke gawangnya sendiri, yang kemudian bertambah.

Mantan pemain Everton ini mencetak tujuh gol bunuh diri selama kariernya, dengan yang terakhir terjadi saat melawan Leeds United pada April 2021 saat dia bermain untuk Sheffield United.

Meski melakukan gol bunuh diri tersebut, Jagielka gagal mencatatkan rekor sebagai pemain tertua dalam sejarah Premier League yang mencetak gol bunuh diri. Sebab, Stuart Pearce masih mempertahankan rekor tersebut dengan selisih waktu 23 hari.

Bek legendaris Liverpool, Jamie Carragher juga mencatat tujuh gol bunuh diri sepanjang kariernya. Momen paling dikenang adalah saat ia mencetak gol ke gawang sendiri melawan musuh bebuyutan Manchester United.

Dengan indahnya ia menyundul bola melewati Sander Westerveld yang malang, sebelum upaya yang lebih konyol membuat bola memantul darinya dan masuk ke gawang sendiri sekaligus membuat timnya kalah 2-3.

Bek Liverpool lainnya, yaitu Martin Skrtel cukup bersahabat dengan gol bunuh diri. Ia dikenal sebagai seorang bek tanpa kompromi.

Rekor gol bunuh dirinya sama seperti Carragher, yakni tujuh gol. Menariknya Skrtel melakukan itu dalam empat pertandingan dalam satu musim pada musim 2013/2014.

Beruntungnya jumlah gol bunuh diri Skrtel tak terlalu merugikan Liverpool. Sebab mereka bisa memenangkan tiga dari empat laga yang diwarnai gol bunuh diri sang pemain Slovakia itu.

Kali ini ada pemain dari Italia yang punya koleksi gol bunuh diri yang banyak. Adalah Riccardo Ferri yang pernah menjadi bagian dari Inter Milan.

Faktanya, delapan gol bunuh diri yang ia ciptakan merupakan rekor dalam sejarah Serie A. meski Marco van Basten mengakuinya sebagai bek terkuat yang pernah dihadapi, Ferri rupanya sering mencetak gol bunuh diri.

Bek legendaris Italia dan AC Milan, Franco Baresi tak luput untuk masuk dalam daftar ini. Sama seperti Riccardo Ferri, ia juga mengoleksi delapan gol ke gawang sendiri.

Namun demikian, Baressi tetaplah legenda besar Italia dan Rossoneri. Di balik rekor gol unuh dirinya, prestasi bukan kaleng-kaleng ia torehkan.

Baresi memenangkan enam gelar liga dan tiga Liga Champions selama berada di San Siro. Ia memainkan 532 pertandingan untuk Milan selama 20 tahun bertugas di Milan.

Itu lah informasi mengenai Apa Itu GBD dalam Sepak Bola? Semoga bermanfaat!